Senin, 27 Februari 2012

Uli di Hutan Dongeng


Uli berlari dengan kencang menghiraukan teriakan marah dari tantenya. Hari ini sama saja dengan hari yang lain, penuh teriakan dan makian. Tahun ketahun Uli lalui dengan sabar. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, Uli diasuh oleh adik lelaki mamanya. Tapi istri pamannya sangat tidak menyukainya. Dia menganggap Uli itu beban karena mereka juga memiliki 5 orang anak. Uli yang berumur 10 tahun pun disuruh macam -macam. Dari membersihkan kandang kuda, Mencabuti rumput di ladang, memberi makan ternak sampai mengurusi anak bungsu pamannya yang masih bayi. Saudara-saudara sepupunya tidak jahat, tapi mereka juga takut dengan ibu mereka sehingga tak dapat menolong Uli.

Hingga hari ini kesabaran Uli pun mencapai batasnya ketika tantenya menghina kedua orangtua Uli. Uli pun membanting ember air yang diisinya tadi dan berlari, berlari dan terus berlari sampai masuk kedalam hutan. Hutan yang tak gelap tapi belum tersentuh tangan manusia. Karena lelah berlari, Uli pun beristirahat di bawah pohon besar. Tak lama kemudian Uli tertidur.

"Lihat bocah itu, dia tertidur dengan pulas. Hihihi..."
"sstts. Jangan ribut Airi. Nanti dia terbangun."
"tapi dia begitu lucu. Lihat pipinya begitu merah dan berisi. Biarkan aku mendekat dan menciumi pipinya Bu florest."
Suara-suara berisik itu mengganggu tidur Uli. Dia pun bangun dan mengejap-ngejapkan matanya. Mencari asal suara. Seketika sebuah cahaya berkilau terbang dan mendarat diwajah Uli. Benda berkilau itu berbentuk gadis seukuran telapak tangan dan memiliki sayap. Dia tersenyum pada Uli. Wajah manis si makhluk membuat Uli tak takut.
"siapa kamu?"
"hai pipi merah. Nama ku Airi si peri. Nah pohon ini Peri hutan."
"peri? Benarkah ini? Apa saya tidak sedang bermimpi?"
Airi malah tertawa cekikikan. Lalu dia menaburkan serbuk berkilau kebadan Uli dan seketika badan Uli pun melayang.
"jangan takut. Seimbangkan badanmu. Nah begitu bagus. Ayo mari ku antar ke negeri kami." lalu perlahan Uli terbang bersama Airi. Mereka mengelilingi hutan. Melihat para peri menabur musim semi, lalu mampir minum teh dirumah ibu berang-berang, membantu semut pekerja, mendengar cerita singa tua, menjahili raksasa dan masih banyak hal yang mereka lakukan. Uli merasa senang tinggal dihutan dongeng. Rasanya kebebasan dan kebahagian melimpah ruah.

Sampai suatu hari ibu peri hutan memanggil Uli.
"kamu harus pulang Uli."
"mengapa mengusirku ibu peri hutan? Apakah ibu tidak suka dengan saya?" Ibu peri hutan tersenyum.
"bukan begitu anakku. Paman dan tantemu kehilanganmu, begitu pula dengan sepupu-sepupumu. Dan ibu ingin meminta tolong padamu anak ku."
"apa itu ibu?"
"tolong cerita tentang kami pada anak-anak diduniamu. Jangan biarkan kami menghilang anakku."
"ibu, bagaimana saya harus bercerita? Apakah mereka akan mempercayaiku?"
"kamu cerdas anakku. Kamu pasti menemukan jalannya." mendengar perkataan ibu peri hutan, Uli pun mengangguk. Lalu Uli pun diminta untuk tidur dibawah kaki ibu peri hutan.

"Uli, Uli, bangun nak. Akhirnya kami menemukanmu." tangis bahagia membangunkan Uli dari tidurnya. Suasana hutan sepi hanya ada tangis haru paman dan tantenya. Uli baru tahu dia telah menghilang selama dua tahun. Padahal Uli merasa baru dua bulan berada dihutan dongeng.
Semenjak hilangnya Uli, tante sangat menyesal. Semenjak Uli kembali, istri pamannya tak lagi jahat. Mereka pun kembali tinggal bersama dengan bahagia.
Uli pun tak melupakan pesan ibu peri hutan. Dia bercerita pada sepupu-sepupunya, pada anak-anak kecil didesanya. Lalu kemudian pamannya mengusulkan Uli membuat sebuah buku. Uli pun mulai menulis, berkisah tentang para peri, binatang, raksasa dan semua teman-temannya di hutan dongeng.
Cerita itu pun menyebar, melewati pulau, lautan, dan samudera. Cerita yang tak hilang, cerita yang didongengkan para ibu pada anaknya dan cerita-cerita yang diingat setiap orang.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menapaki jejak